Acceptance: Menerima Tanpa Menghakimi, Tampak Sederhana Tapi Bagaimana Caranya?
Acceptance, penerimaan, nerimo, legowo, sebuah kata sederhana tapi pada kenyataannya tidak mudah untuk kita bisa sampai pada kondisi tersebut. Jika dilihat dari tahapan kehilangan saja, butuh 4 tahap hingga akhirnya kita mencapai acceptance. Kita perlu menghadapi tahap denial (penolakan), anger (marah), bargaining (tawar-menawar), dan depression (kesedihan). Belum lagi jika kondisi kita mengalami stuck. Stuck terjadi saat diri kesulitan melalui salah satu tahapan karena beratnya pengalaman yang dilalui. Kebayang kan bagaimana prosesnya untuk bisa mencapai penerimaan. Nah sebelum kita membahas lebih lanjut bagaimana cara mencapai dan mengembangkan acceptance pada diri kita, kita coba cek apa definisi acceptance itu sendiri? American Psychological Association menyebutkan acceptance atau penerimaan merupakan sebuah sikap positif yang dimiliki seseorang terhadap ide, situasi, orang atau kelompok. Namun dalam konteks pemulihan atau proses psikoterapi, Hayes menyebutkan acceptance merupakan bagian dari sikap individu terhadap kehidupan atau pengalaman yang dilaluinya. Menerima bukan berarti kita pasif dan pasrah tanpa melakukan apapun melainkan kita tetap aktif dan sadar dalam melalui pengalaman kita. Hal ini melibatkan keterbukaan terhadap lingkungan, orang lain, dan diri kita sendiri. Menjadi terbuka terhadap pengalaman berarti kita secara aktif merespon dengan rasa penasaran, terdapat rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi pengalaman itu. Hal ini mendorong kita untuk mengalami semua peristiwa psikologis seperti pikiran, perasaan, dan sensasi tanpa mengubah, menghindari, atau mengendalikannya. Acceptance membantu kita menghadapi suatu pengalaman, suatu kenyataan tanpa memberikan reaksi atau komentar yang berlebihan, tanpa menghakimi dan menyalahkan segala pengalaman yang kita lalui. Tujuannya adalah untuk meningkatkan fleksibilitas diri kita dalam merespons pengalaman yang sebelumnya menyulitkan. Ketika diri sudah mencapai penerimaan, hal ini diharapkan dapat membantu seseorang menggunakan energi secara lebih efektif untuk bertindak dengan cara yang sesuai dengan nilai (value) dan tujuan yang dimiliki. Dengan kita menerima, kita menjadi lebih fokus melihat suatu hal secara jelas tanpa teralihkan dengan penilaian-penilaian negatif yang dapat mempengaruhi perasaan dan keputusan kita. Lalu bagaimana cara untuk kita menumbuhkan penerimaan dalam diri kita? Pada dasarnya proses mengembangkan penerimaan melibatkan dua faktor kunci yaitu keinginan kita untuk berani menghadapi emosi dan pikiran kita tanpa menghindarinya dan berkomitmen untuk aktif dan konsisten menerapkan berbagai latihan yang diperlukan untuk menghadapi perasaan yang menyulitkan. Mengembangkan acceptance membutuhkan proses di mana kita perlu mengenali perasaan tidak menyenangkan dan cara menghadapinya, menerapkan mindfulness dan self-compassion untuk memperlakukan diri dengan penuh pengertian dan kasih sayang, serta menyadari value dan goals yang dimiliki. Jika dilihat melalui pendekatan mindfulness, terhadap beberapa tahap hingga akhirnya kita melibatkan acceptance yaitu (1) amati pengalaman yang dilalui, (2) deskripsikan apa saja yang terjadi, (3) kesadaran pada masa kini, (4) acceptance. Awal mulanya kita diajak untuk mengamati momen yang dilalui pada masa kini. Misalnya, saat kita mengalami kecemasan dalam situasi sosial, kita diajak untuk mengamati dan mendengarkan apa yang saat ini kita rasakan, pikiran apa yang muncul. Setelah itu, kita pahami dan deskripsikan pengalaman tersebut, “ohh, saat ini aku sedang merasa cemas.” Terbuka dan libatkan rasa ingin tahu, tanyakan pada diri, “apakah hal yang membuatku cemas? Apa yang terjadi sebelumnya?” setelah kita mengamati dan mengetahui pengalaman itu, kita perlu tetap sadar pada masa kini bukan terbawa oleh emosi cemas yang sedang dirasakan. Kita mengajak diri tetap di masa kini dengan fokus pada nafas. Tarik nafas perlahan dan hembuskan, ajak diri kita untuk tetap di masa kini dan lakukan afirmasi positif untuk menenangkan kamu. Menarik kesadaran pada masa kini juga bisa juga dilakukan dengan mengamati apa saja yang ada di sekitar. Nah selanjutnya disinilah kita melibatkan penerimaan, kita mengajak diri kita untuk berkomitmen pada apa yang bisa kita lakukan untuk tujuan yang ingin diraih, kita coba kenali apakah langkah yang kita lakukan sudah sesuai dengan value yang kita miliki. Awalnya mungkin tidak mudah, perlu proses bertahap untuk mencapai penerimaan. Namun dengan latihan konsisten dan terbuka pada pengalaman kita, memahami bahwa kesulitan itu adalah bagian dari kehidupan, penerimaan itu akan tumbuh sedikit demi sedikit dalam diri kita sehingga intensitas kesulitan yang dialami karena emosi negatif ataupun pengalaman masa lalu dan luka batin bisa berkurang. Jika dalam prosesnya kamu merasa bingung, butuh bantuan untuk menghadapinya, silakan hubungi professional seperti psikolog atau psikiater. Kamu juga bisa menghadapi kondisi ini bersama kami di Nous consulting. Selamat berproses!
Referensi: Baer, R. A., Smith, G. T., Lykins, E., Button, D., Krietemeyer, J., & Sauer, S. (2008). Using Self-Report Assessment Methods to Explore Facets of Mindfulness. Assessment, 13(27), 27-45. DOI: 10.1177/1073191105283504 Carson, S.H., Langer, E.J. Mindfulness and self-acceptance. J Rat-Emo Cognitive-Behav Ther 24, 29–43 (2006). https://doi.org/10.1007/s10942-006-0022-5 Hayes, S.C., Jacobson, N.S. Follette, V.M., & Dougher, (Eds). Acceptance and Chance: Content and Context in Psychotherapy. pp. 223-233. Reno, NV: Context Press. ISBN 1-878978-20-9. Hayes, S.C., Pistorello, J. Levin, M.E. (2012). Acceptance and Commitment Therapy as a Unified Model of Behavior Change. The Counseling Psychologist, 40(7), 976-1002.