Nous Consulting Indonesia

Berita dan Kegiatan

Peran Keterbukaan Diri Bagi Remaja

Peran Keterbukaan Diri Bagi Remaja

Masa remaja merupakan usia transisi dimana terdapat proses pertumbuhan fungsi kognitif, emosi, dan psikososial. Fungsi kognitif berkembang dengan kemampuan berpikirnya dalam menyelesaikan masalah secara logis, sedangkan fungsi psikososial berkembang dengan mulainya sosialisasi antar teman sebaya serta berkembangnya minat sosial di lingkungan sebaya. Dengan adanya pemahaman dan kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya, remaja akan mulai mengembangkan rasa ingin tahu dan menyelaraskan tindakannya sesuai dengan minat untuk menunjukkan diri di lingkungan sosial. Mereka akan lebih berinteraksi dengan orang lain baik dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial secara luas.

Menurut Zakiah Daradjat (1992,28), karena pada masa ini seakan-akan remaja berada di antara dua kutub yaitu kutub yang lama (masa anak-anak) yang akan ditinggalkan dan kutub yang baru (masa dewasa) yang masih akan dimasuki. Dengan keadaan yang belum pasti inilah remaja sering menimbulkan masalah bagi dirinya dan pada masyarakat sekitarnya, sebab pribadinya belum stabil dan matang. Menurut Santrock (2003), sehingga penting bagi remaja untuk belajar terbuka terhadap orang lain disekitar dalam membina hubungan sosial.

Dihadapkan dengan situasi seperti ini, maka penyesuaian diri merupakan hal yang sangat penting bagi remaja untuk dapat membuka diri. Mereka diharuskan untuk belajar berkomunikasi dengan orang lain dan menumbuhkan rasa percaya diri untuk membangun hubungan sosial. Diperlukan juga keterbukaan diri dalam berinteraksi sosial antar lingkungan keluarga ataupun lingkungan sebayanya. Mereka dapat merasa lebih tertarik kepada orang lain dan membuka diri hingga menumbuhkan rasa percaya kepada orang lain.


Lalu sebenarnya apa sih pengertian dari keterbukaan diri itu sendiri?

Melihat pandangan dari Devito (1992), keterbukaan diri merupakan kemampuan dalam memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain. Informasi tersebut dapat terkait dengan sikap, perilaku, perasaan, keinginan, motivasi, dan pendapat yang terdapat dalam diri seseorang. Dikemukakan bahwa terdapat 5 dimensi dari keterbukaan diri, yaitu:
1. Kontrol
Membiasakan diri untuk menunjukkan secara terbuka mengenai kontrol dan batasan-batasan. Kita dapat menyampaikan mengenai batasan-batasan yang dimiliki diri sendiri. Melalui hal ini, akan lebih mudah untuk membuka diri dalam pergaulan karena orang-orang disekitar kita akan lebih mudah mengerti mengenai batasan diri kita.
2. Kasih sayang
Penyampaian rasa sayang kepada orang disekitar secara terbuka. Melalui dimensi kasih sayang ini membuat diri kita terbiasa untuk peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga keterbukaan dalam menyampaikan rasa sayang akan lebih mudah dilakukan.
3. Komunikasi
Membiasakan diri untuk berkomunikasi secara lebih terbuka dan menyampaikan apa yang sedang dirasakan. Pada hal komunikasi kita dapat belajar untuk memahami dampak negatif dari memendam perasaan. Hal ini membuat kita akan lebih mudah untuk terbuka dan bercerita pada orang lain. Selain itu, belajar untuk memahami bahwa sebagai makhluk sosial kita akan membutuhkan orang lain dalam berkehidupan sehingga jika kurang komunikasi akan mempersulit kita untuk dalam relasi dan dekat dengat orang lain. Hal ini akan membuat kita lebih terdorong untuk meningkatkan komunikasi
4. Maksud dan Tujuan
Biasanya individu akan menyiapkan apa maksud dan tujuan yang dimiliki untuk diungkapkan. Dalam ini, mengungkapkan maksud dan tujuan dengan keyakinan bahwa apa yang kita sampaikan adalah hal yang baik dan benar, sehingga akan lebih mudah untuk menyampaikan apa yang diharapkan.
5. Keintiman
Hal-hal yang akan diungkapkan cenderung bersifat intim mengenai hal pribadi. Dalam hal pertemanan, kita memiliki sahabat dan teman dekat akan menumbuhkan rasa percaya dari dalam kita. Biasanya juga akan menciptakan bentuk keintiman yang lebih mendorong kita untuk terbuka antara satu sama lain.


Source:
1. Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992).
2. Santrock (2003) John W. Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
3. DeVito, Joseph A. (1992). The Interpersonal Communication Book. New York: Harper Collin Publisher, Inc.

Euginia Dasya Maurilla
Di review oleh: Willy Tasdin, M.Psi., Psikolog
Berita dan Kegiatan
Date Idea for Valentine
Berita dan Kegiatan
Date Idea for Valentine!
January 22, 2024
Berita dan Kegiatan
Stereotype tentang konsultasi ke Psikolog
January 02, 2024
Berita dan Kegiatan
Belajar menjadi pemimpin seperti Monkey D. Luffy
December 18, 2023