Nous Consulting Indonesia

Berita dan Kegiatan

Memaafkan

Memaafkan

Apakah kamu pernah merasa kesulitan dalam memaafkan orang lain? Umumnya, individu yang memiliki perasaan marah, kecewa dan sakit hati terhadap orang lain akan lebih memilih untuk berusaha melupakan. Pada beberapa individu akan berusaha memasukan nilai-nilai moral seperti “kita harus memaafkan karena kita adalah orang baik”, “kita tidak boleh marah karena marah adalah perasaan negatif dan sebuah dosa” dan lain sebagainya. Pada nyatanya, kita sama-sama mengetahui bahwa kita tidak akan bisa benar-benar melupakan kejadian yang telah menyakiti kita, atau bahkan sebenarnya kita hanya memendam dan menekannya ke dalam bawah alam ketidaksadaran kita.

Perlu diketahui dan diingat bahwa tidak ada yang salah ketika kita merasakan perasaan marah, kecewa dan sakit hati terhadap orang lain yang telah menyakiti kita. Perasaan negatif yang kita rasakan adalah benar milik kita sehingga kita perlu mengelola perasaan tersebut agar tidak menimbulkan permasalahan psikologis lainnya atau bahkan menimbulkan perilaku yang salah (seperti tindakan balas dendam dengan menyakiti orang lain atau bahkan tindakan yang menyakiti diri sendiri, dll). Kita perlu menerima semua emosi yang kita alami, hal tersebut justru juga dapat membantu kita lebih mengenali diri sendiri dan dapat membuat kita memiliki komunikasi yang baik dengan diri kita sendiri.

Menerima adalah dengan memahami bahwa memang benar hati kita terluka, kita merasakan perasaan tidak nyaman, merasa marah, sedih, kecewa dan sakit hati. Memahami bahwa tidak apa-apa apabila kita merasa sedang tidak baik-baik saja. Kita perlu memahami bahwa diri kita adalah satu-satunya orang yang harus bisa memeluk erat diri kita sendiri ketika kita sedang merasa tidak baik-baik saja. Ungkapan perasaan negatif tersebut dapat kita keluarkan dengan menangis, berbicara dengan diri sendiri atau bahkan berteriak. Semua perilaku tersebut dapat dilakukan dengan batasan kita tidak menyakiti diri sendiri ataupun orang lain. Lebih lanjut, ketika kita sudah mampu berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kita sudah mengetahui hal-hal apa saja yang membuat kita merasa tidak nyaman atau yang membuat kita nyaman, kita kemudian menjadi tahu kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat kita lakukan ketika sedang merasa tidak baik-baik saja di kemudian hari.

Menulis, menyanyi, bermain alat musik, melukis/ menggambar, pergi berjalan-jalan, mengobrol dengan orang terdekat adalah beberapa aktivitas yang dapat kita lakukan ketika kita sedang mengalami emosi-emosi negatif. Ketika kita selesai mengelola perasaan dan emosi negatif yang kita peroleh sebagai akibat dari perbuatan orang lain tersebut, kita kemudian dapat menata kembali perasaan-perasaan kita. Melalui hal tersebut pula, kita bisa berpikir lebih jernih terkait langkah yang harus kita ambil terhadap orang tersebut atau orang yang telah menyakiti kita.

Umumnya, kita akan bertanya mengapa kita perlu memaafkan? Sesekali kita merasa tidak adil karena merasa orang lain sudah dengan bebas menyakiti kita tetapi kita diminta untuk memaafkan. Keputusan kita untuk memaafkan adalah benar adanya dapat memberikan kita dampak positif di dalam menjalani kehidupan kita. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya ketika kita memutuskan untuk tidak memaafkan, yaitu justru dampak negatif yang kita dapatkan. Diketahui melalui penelitian-penelitian terdahulu bahwa memaafkan dapat mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Memaafkan dan enggan memaafkan juga diketahui dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan. Tampak jelas bahwa individu yang enggan memaafkan mengalami lebih banyak kemarahan dan depresi.

Melalui hasil penelitian yang kita ketahui tersebut, kita menjadi tahu bahwa memaafkan adalah bentuk dari rasa sayang kita terhadap diri kita sendiri. Saya menggambarkan bahwa racun yang kita terima dari orang lain, ada baiknya bila kita singkirkan dan tidak kita simpan terlalu lama. Saya juga ingin menggambarkan melalui sebuah perumpamaan yaitu, ketika kita memiliki satu kue utuh yang kemudian kita potong-potong menjadi sepuluh bagian, dan kemudian ada seseorang yang mencuri satu potong tersebut dari kita, maka hal yang wajar kita merasa marah dan sedih. Kita merasa marah dan sedih karena memang benar kue tersebut milik kita dan diambil tanpa persetujuan kita, namun perlu diingat bahwa kita masih memiliki sembilan potong kue lainnya, ada baiknya kita bersedih sejenak dan kemudian kembali menikmati sembilan potong kue lainnya dengan orang-orang yang kita kasihi.

Saya ingin mengajak kita semua lebih mempertimbangkan dan mengutamakan kebahagiaan diri kita sendiri terlebih dahulu. Sama halnya seperti yang selalu dikatakan oleh Pilot ketika kita sedang melakukan perjalanan dengan pesawat bahwa ketika dalam keadaan genting, kita harus menyelamatkan diri kita terlebih dahulu dan kemudian baru kita bisa membantu menyelamatkan orang lain. Ada baiknya kita memaafkan orang yang bersalah kepada kita sebagai bentuk penyelesaiian terhadap pengalaman negatif yang kita miliki, menata diri kembali dan kemudian kita siap membagikan cinta kita untuk orang-orang yang kita kasihi.

Lalu, berapa lama waktu yang ideal bagi kita untuk dapat memaafkan orang yang bersalah kepada kita? Perlu diketahui bahwa memaafkan adalah merupakan sebuah proses, dengan demikian hal yang wajar apabila memaafkan memang membutuhkan waktu. Kita juga perlu mengetahui dan mengingat bahwa setiap kita adalah individu yang berbeda-beda. Kita lahir dan dibesarkan di keluarga yang berbeda, budaya yang berbeda hingga susunan genetik kita pun juga berbeda. Hal tersebut menjawab bahwa lama nya waktu kita bisa memaafkan tidak terbatas dengan hal apapun juga. Kita memiliki waktu pemulihan yang berbeda-beda dan hal tersebut bukan merupakan sebuah masalah. Hal yang perlu kita apresiasi terlebih dahulu adalah ketika sudah muncul keinginan untuk bisa memaafkan karena kita peduli dengan kebahagiaan diri kita sendiri dan ingin memiliki kehidupan di masa mendatang dengan lebih baik.

Namun demikian, perlu diingat pula bahwa terdapat perbedaan situasi ketika perbuatan orang lain atau kejadian yang menimpa kita ternyata adalah sebuah trauma. Trauma tidak dapat hanya diselesaikan ketika kita memutuskan untuk memaafkan. Memutuskan memaafkan memang dapat membantu kita dalam proses pemulihan trauma, tetapi penanganan trauma tentu berbeda. Trauma dapat ditandai dengan perasaan negatif dan ketakutan yang tak kunjung hilang, kesulitan tidur yang cukup parah, menangis terus menerus, tubuh gemetar ketika mengingat kejadian atau ketika mengingat/ bertemu dengan orang yang terlibat atau terdapat beberapa aktivitas/ perilaku yang kemudian mengganggu kehidupan anda (aktivitas sehari-hari, kesehatan, relasi, dll).

Dengan demikian, apabila yang anda rasakan lebih mengarah kepada trauma, anda dapat segera menghubungi tenaga profesional atau Psikolog. Anda dapat memilih seorang Psikolog yang mungkin anda rasa nyaman yang kemudian dapat menjadi partner anda di dalam menyelesaikan pengalaman negatif anda. Dengan datang mencari bantuan kepada Psikolog atas masalah yang anda miliki, saya berharap anda bisa segera menyambut hari esok dengan penuh harapan, karena sesungguhnya anda berhak dan pantas menerima cinta dan membagikan cinta kepada orang-orang di sekitar anda.






Referensi:
1. Fincham, F. D., & May, R. W. (2018). Self-forgiveness And Well-being: Does Divine Forgiveness Matter. The Journal Of Positive Psychology. Doi: 10.1080/17439760.2019.1579361
2. Jr. Worthington, E. L. (2005). Initial questions about the art and science of forgiving. New York, NY: Taylor & Francis Group.
Yesica Yulianto, M.Psi., Psikolog
Berita dan Kegiatan
Date Idea for Valentine
Berita dan Kegiatan
Date Idea for Valentine!
January 22, 2024
Berita dan Kegiatan
Stereotype tentang konsultasi ke Psikolog
January 02, 2024
Berita dan Kegiatan
Belajar menjadi pemimpin seperti Monkey D. Luffy
December 18, 2023